Banjir Siberut, Bencana Ekologis Yang Berulang

Pulau Siberut, merupakan pulau terbesar di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Menurut data BPS (2020) pulau siberut memiliki luas lebih kurang 3.878,02 Km2 dengan rincian : Kecamatan Siberut Selatan seluas 328,00 km2, Kecamatan Siberut Barat Daya seluas 1.013,83 km2, Kecamatan Siberut tengah seluas 589,75 km2, Kecamatan Siberut Utara seluas 782,68 km2, Kecamatan Siberut Barat seluas 1.163,76 km2. Jumlah penduduk di lima kecamatan ini (BPS, 2020) berjumlah 40.220 jiwa. Pulau ini memiliki hutan hujan tropis yang kaya. Selain sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat mentawai, hutan di pulau siberut juga kaya akan keanekaragaman hayati. Namun, pulau ini telah menjadi langganan bencana ekologis, banjir.

Sejak 3 tahun terakhir (2020-2022), bencana banjir di siberut telah menyebabkan :

 

- Tahun 2020 (April-Mei) " 1.796 KK terdampak banjir di Dua Belas Desa di Lima Kecamatan. Sehingga Pemerintah Daerah mengeluarkan status tanggap darurat;

- Tahun 2021 (Desember) : 446 kk terdampak banjir di Dua Desa di Kecamatan Siberut Utara;

-Tahun 2022 (November) : 391 KK terdampak banjir di Tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Siberut Barat, Siberut Utara dan Siberut Selatan. 


WALHI Sumatera Barat ikut berduka atas bencana banjir yang saat ini melanda Siberut. Semoga, bencana ini segera berakhir. Dengan dukungan semua pihak, masyarakat akan kuat dan mampu menghadapi situasi sulit ini. Saat ini, penting memprioritaskan keselamatan masyarakat, termasuk aspek kesehatan. Kami mendukung pemerintah daerah dan stakeholder lainnya melakukan agenda-agenda penanganan yang terintegrasi dan terukur.

 

Sisi lain, banjir berulang di siberut bukan semata karena faktor curah hujan yang tinggi, tetapi verifikasi fakta ketidaksimbangan ekosistem alam siberut. Ada persoalan lingkungan hidup di pulau ini. WALHI Sumatera Barat berpandangan salah satu faktor utama pemicu banjir ini adalah beban pemanfaatan ruang yang eskploitatif terhadap hutan di pulau siberut (sudah sejak 1970an). Pulau ini tercatat dibebani oleh izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam dan hutan tanaman industri. Diantara daftar perusahaan yang beroperasi dan/atau memiliki izin di pulau ini (1970an-1990an) adalah PT Andatau, PT Tridatu dan PT Cirebon Agung. Sempat terhenti sebentar, kemudian aktivitas pengambilan kayu pulau siberut dilanjutkan oleh PT Koperasi Andalas Madani (2001-2007), Pada 2009 juga dikeluarkan IUPHHK-RE untuk PT Global Grend di Kecamatan Siberut Selatan dan Siberut Daya. Sementara, jika kita lihat di Kecamatan Siberut Utara terdapat izin PT Salaki Summa Sejahtera Seluas 47.605 ha (2004), di Kecamatan Siberut Tengah dan Utara terdapat izin PT Biomas Andalan Energi lebih kurang seluas 19.876,59 ha (2018).

Dengan demikian, jika hulu persoalan banjir tidak dibenahi, maka pulau siberut akan terus-menerus menjadi langganan banjir. Bencana ekologis ini akan terus berulang. Masyarakat akan terus menjadi korban. Pemerintah juga akan kerepotan mengurusi dampak banjir ini. Untuk itu, perlu dikaji dan ditinjau ulang izin-izin pemanfaatan hasil hutan kayu di Pulau Siberut ini. Sebaiknya, kembalikan hutan di pulau siberut ke masyarakat adat dengan segala kearifan lokalnya. Pengelolaan hutan oleh masyarakat adat mentawai, tidak hanya akan menjaga kelestarian hutan dan mencegah banjir dimasa depan, tetapi juga akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat mentawai itu sendiri. Kami yakin, jika ditangan masyarakat adat, hutan akan pulih lebih cepat, bencana ekologis dapat dicegah, masyarakatnya juga sejahtera.

Pembuatan Lubang Biopori Bersama MPALH (2)