CEGAH BENCANA EKOLOGIS BERULANG TAMBANG AIA DINGIN HARUS DIHENTIKAN PERMANEN

Kami yang terdiri dari individu, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh perempuan, akademisi, mahasiswa, pegiat sosial, pegiat HAM, pegiat lingkungan hidup, pegiat pariwisata, pengguna jalan, dan Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kementerian ESDM RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta Kementerian / Lembaga terkait lainnya untuk :


1. Menghentikan semua aktivitas tambang secara permanen di Kawasan Aia Dingin Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok;


2. Menagih tanggung jawab pelaku tambang (pengurus dan korporasi) untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan cara namun tidak terbatas pada penghentian aktifitas (sumber perusak dan pencemar) secara permanen, remediasi, rehablitasi dan restorasi terhadap lingkungan;


3. Melakukan penegakan hukum atas kejahatan yang dilakukan pelaku, baik dalam pendekatan pidana lingkungan, pidana pertambangan dan pidana kebencanaan;


4. Melaksanakan kebijakan pembangunan Sumatera Barat yang berkeadilan sosial-ekologis dengan pendekatan ekosentrisme;


Seruan ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :

1. Bencana ekologis merupakan bencana akibat : akumulasi krisis ekologis karena tidak-adilan dan salahnya sistem pengurusan alam, akibatnya hancur pranata kehidupan masyarakat;


2. Kawasan aia dingin, secara geologi merupakan kawasan rentan bencana, salah satu indikator nyatanya adalah kawasan yang dilewati patahan caesar semangko sumatera. Sementara itu, eksplorasi dan eksploitasi tambang masuk pada kategori kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana;


3. Krisis ekologis di kawasan aia dingin telah dan terus ter-akumulasi dari tahun ke tahun. Kami menilai, pemicu utamanya adalah pemberian izin tambang tanpa mempertimbangkan secara mendalam aspek risiko bencana dan krisis lingkungan, serta pembiaran aktivitas tambang illegal sejak lama;


4. Akumulasi dari krisis ekologis di kawasan aia dingin menyebabkan bencana ekologis berupa banjir dan longsor terjadi sepanjang tahun, baik dalam skala kecil, maupun skala besar. Situasi krisis itu, telah menempatkan masyarakat sekitar berada dalam ancaman kematian, sebab kualitas lingkungan di kawasan pemukiman dan wilayah kelolanya terus menurun;


5. Bencana ekologis berupa banjir dan longsor di kawasan aia dingin juga mengancam keselamatan pengguna jalan, baik pengguna jalan didalam Provinsi Sumatera Barat, maupun pengguna jalan dari dan menuju Provinsi Jambi;


6. Bencana ekologis juga menganggu dan menimbulkan kerugian secara sosial-ekonomi masyarakat, sektor pergerakan barang dan jasa menjadi terganggu;


7. Situasi bencana ekologis yang terus berulang telah menempatkan perjalanan pariwisata Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan masuk kategori tidak aman;


8. Hasil analisis kami menyimpulkan, akumulasi krisisis ekologis di kawasan aia dingin telah menyebabkan kerugian pada perekonomian Negara, kualitas lingkungan hidup yang terus menurun menjadi beban keuangan Negara. Setidaknya dari kajian valuasi ekonomi yang dilakukan tim WALHI Sumatera Barat terhadap dampak ekologis yang terjadi pada lokasi terdampak tambang, terdapat kerugian sekitar Rp. 32 miliar rupiah. Metode yang digunakan dalam kajian tersebut adalah GIS (geographic information system) dengan melakukan permodelan sederhana luasan dan arah banjir dan longsor. Dari hasil permodelan terdapat 23,2 ha lahan pertanian terdampak, juga terdapat data rumah warga yang rusak (52 buah rumah dan 192 jiwa terdampak), serta analisis pada kerugian perbaikan jalan nasional dan kerugian lainnya. Hasil kerugian yang dihitung pada analisis tersebut, jelas tidak seimbang dari konstribusi sektor usaha tambang kepada masyarakat dan Negara;


9. Kami khawatir, kebijakan sebatas penghentian sementara aktivitas tambang hanya akan menyamarkan penyebab utama bencana ekologis, dapat melanggengkan dan menyembunyikan kejahatan lingkungan, terindikasi kompromi perizinan, serta tidak berbasis mitigasi bencana, situasi itu, juga akan menarik tanggungjawab pelaku investasi yang merusak lingkungan menjadi tanggung jawab rakyat (perbaikan jalan mengunakan APBN-APBD);


10. Kami mendesak pemerintah juga harus mengambil kebijakan yang menagih secara tegas tanggung jawab pelaku tambang, baik yang illegal ataupun yang tidak lengkap perizinannya. Menurut pertimbangan kami, UU Minerba, UU Lingkungan Hidup dan UU Kebencanaan, cukup menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban pelaku tambang secara hukum. Mestinya ada kebijakan yang menghukum mereka untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan cara : hentikan permanen sumber pencemar dan perusak lingkungan (tambang), remediasi, rehabilitasi dan restorasi lingkungan;


Pemerintah perlu memperhatikan bahwa UU berikut :


a. UU Kebencanaan, eksplorasi dan eksploitasi tambang masuk pada kategori kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana. Sebab itu, UU Kebencanaan mengatur (pasal 75, 76 dan 79), jika orang atau perusahaan karena kelalaian melakukan pembangunan beresiko tinggi (baca tambang), yang tidak dilengkapi analisis risiko bencana yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan penjara paling singkat tiga tahun atau paling lama enam tahun dan denda paling sedikit tiga ratus juta rupiah dan paling banyak dua milar rupiah. Bila itu disengaja, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun atau paling lama delapan tahun dan denda paling sedikit dua miliar atau paling banyak empat miliar rupiah.


Jika, (kelalaian itu) mengakibatkan kerugian harta benda atau barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singat enam tahun atau paling lama delapan tahun dan denda paling sedikit enam ratus juta rupiah atau paling banyak tiga miliar rupiah. Bila itu disengaja, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat delapan tahun atau paling lama dua belas tahun dan denda paling sedikit tiga miliar atau paling banyak enam miliar rupiah.


Jika, (kelalaian itu) mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat delapan tahun atau paling lama sepuluh tahun dan denda paling sedikit tiga miliar atau paling banyak enam miliar rupiah. Bila itu disengaja, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua belas tahun atau paling lama lima belas tahun dan denda paling sedikit enam milar atau paling banyak dua belas rupiah.


Jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat diterapkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan tiga kali dari pidana denda yang disebut diatas. Serta dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan pencabutan statis badan hukum.


b. UU Minerba (pasal 158) ditegaskan setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin di pidana dengan dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah.


c. UU Lingkungan Hidup (pasal 54), tegas disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup, yang dilakukan dengan tahapan : penghentian sumber pencemar dan pembersihan unsur pencemar, remediasi, rehabilitasi, restorasi dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mencemari dan merusak lingkungan (pasal 69). Jika setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan pidana denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah (pasal 109).


Demikian seruan ini kami sampaikan, untuk mencegah berulangnya bencana ekologis, serta demi terwujudnya keadilan sosial ekologis dan keadilan antar generasi di Sumatera Barat.


Padang, 23 April 2024.

Hormat Kami

1. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat; (0852 9549 2120)

2. Zul (Warga Aia Dingin/ 0821 7104 3468)

3. Windi (Pengguna Jalan Padang - Solok Selatan)

4. Dr. Firman Hidayat (Dosen Fakultas Kehutanan UMSB)

5. M. Riduan, SP Nasution (Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia)

6. Herman (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Sumbar)

7. Pebri (Kantor Dagang Industri/ KADIN Sumbar)

8. Kabati (Dosen UIN Imam Bonjol Padang)

9. Zulia (Jurnalis)

10. Samaratul Fuad, SH (Advokat - 085263692005)

11. Eri Iswandi (Himpunan Kerukutan Tani Seluruh Indonesi/HKTI Sumbar

12. Khairul (Jaringan DAI Sumbar)

13. Ahyuni, ST. M.SI (Dosen Geografi Universitas Negeri Padang/UNP)

14. Prof. Dr. H. Masri Mansoer. MA (Tokoh Masy. Kab. Solok)

15. Yayasan Cahaya Maritim

16. PBHI Sumatera Barat

17. Mapala Alpichanameru

18. Prof. Dr. Indang Dewata, M.Si (Akademisi Universitas Negeri Padang)

19. LBH Padang

20. Yoni Candra - Relawan Sumbar Hijau

21. Perkumpulan KPA BIAS

22. Perkumpulan SPKM

23. AJI Padang

24. LBH Pers Padang

25. LKAAM Sumatera Barat

26. Syahril - Green Water Environment

27. KOMMA FP-UA

28. Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Sumatera Barat

29. Prof. Afrizal, MA - Guru Besar Sosiologi Unand

30. Khalid Saifullah, Rj. Basa. Penggiat Penanggulangan Bencana dan lingkungan hidup 31. Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M);

32. Ramadhaniati, Aktivis Perempuan Sumatera Barat;

33. Hary Efendi Iskandar, Ketua PSH Univ. Andalas

34. Roehana Independen Indonesia

35. Gerakan Suara Rakyat Sumatera Barat;

36. Aksi Kamisan Padang

37. Tommy Susanto - Direktur Kogami;

38. Prof Dr. Ir. Bujang Rusman, M.S (en-GB), Akademisi UNAND

39. Nurani Perempuan