PART 2 - SEKOLAH LAPANGAN KOPI
Kopi merupakan salah satu komoditas didunia yang di budidayakan lebih dari 50 Negara. Dua spesies pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Robusta (Coffea canephora) dan Arabica (Coffea Arabica). Meskipun Kabupaten Solok Selatan menjadi salah satu sentra kopi di Sumatera Barat, hal ini tidak menjadikan petani kopi Solok Selatan sejahtera dan bahagia. Buktinya setiap hari, petani kopi masih khawatir, takut tidak bisa memberi jajan anak, takut jika anak-anak putus sekolah.
Peristiwa covid 19 (2020) terus membayangi petani kopi, saat panen raya, kopi-kopi petani tidak bisa dijual, jika ada yang membeli, harganya sangat tidak wajar (Rp. 4.000/kg), itupun uangnya tidak bisa langsung diterima. Petani masih belum bisa lepas dari jerat sistem ekonomi konvensional, dimana ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimiawi menambah kesulitan petani. Terlebih harga-harga pupuk dan pestisida kimiawi mahal.
“Saat ini tanaman kopi juga dalam ancaman berbagai hama dan penyakit yang membuat hasil buah kopi tidak sesuai seperti yang diharapkan.”
Melihat kondisi tersebut, WALHI Sumatera Barat menginisiasi Sekolah Lapangan Kopi Berkelanjutan. Dengan Sekolah Lapangan ini, WALHI Sumatera Barat berupaya mengajak petani kopi di Solok Selatan untuk melakukan usaha tani kopinya dengan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Dengan begitu tentu saja akan meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh petani. Sekolah lapangan ini mengajak para petani kopi untuk saling belajar, berbagai pengalaman, menemukenali berbagai permasalahan dalam budidaya kopi serta menemukenali berbagi solusi untuk dari permasalahan budidaya kopi yang dialami.
Pada kesempatan ini, Sekolah Lapangan Kopi Berkelanjutan dilakukan di ladang anggota Koperasi Kopi Rakyat. Peserta Sekolah lapangan kopi diajak untuk melihat dan mengidentifikasi langsung di lapangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopi dan kemudian mendiskusikan penyebab serangan hama dan penyakit serta menggali pengetahuan dan pengalaman petani kopi dalam upaya pemulihan kesehatan tanaman kopi yang terserang hama dan penyakit.
Winda Dalmi Susanti, Manager Pendidikan dan Kaderisasi WALHI Sumatera Barat menyampaikan dengan gamblang, bahwasanya petani atau dalam kasus ini adalah petani kopi yang berada di Solok Selatan pada dasarnya memiliki pengetahuan tentang bagaimana melakukan budidaya kopi yang baik, hanya saja mereka belum memiliki kepercayaan diri untuk menerapkan dan membagi pengetahuan yang dimiliki tersebut. “Seperti dalam proses diskusi dan pengamatan tadi, salah satu peserta sebut saja Pak Safrudin mengatakan bahwa tanaman kopi yang sudah mengalami busuk buah (dicirikan dengan buah kopi menjadi hitam), itu buah kopinya harus dibuang, jangan dibiarkan tetap berada di batang kopi agar penyakit tidak menyebar. Batang kopi juga harus dipangkas, selain untuk meminimalisir serangan hama dan penyakit, pemangkasan pada tanaman kopi juga agar nutrisi yang diserap oleh akar berfokus pada buah sehingga bobot buah kopi nanti akan meningkat”, ujar Winda.
Manager pendidikan dan kaderisasi WALHI Sumatera Barat itu juga menyampaikan faktor “sayang” menyebabkan pengetahuan yang dimiliki tidak diterapkan di lahan mereka. Misalnya saja dahan/ranting kopi yang sudah menguning namun memiliki buah, tidak jarang para petani tersebut cenderung membiarkannya dengan dalih “sayang kalau dibuang”, mana tau nanti masih bisa di panen, kan lumayan”, padahal pengalaman mengatakan bahwa buah tersebut tidak lagi bisa dipanen. Dengan adanya Sekolah lapangan ini kita mendorong agar para petani kopi tersebut berbagi pengalamannya dengan sesama petani kopi dalam melakukan budidaya kopi atau dalam hal ini mengelola hama dan penyakit yang menyerang, pengalaman-pengalaman ini yang kemudian akan diterapkan kembali oleh para petani petani kopi tersebut. Di Sekolah lapangan ini juga kita mendorong petani untuk dapat menganalisa permasalahan yang dialami dan menemukenali solusi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka miliki. Sudah saat nya petani menjadi manager di lahannya sendiri.
Pak Kasimo, salah satu anggota koperasi kopi rakyat. Beliau merupakan petani kopi yang sudah melakukan budidaya kopi di Solok Selatan semenjak beberapa puluh tahun yang lalu. Dia hanya berharap tanaman kopi yang ia tanam saat ini dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya dan di wariskan ke anak cucunya kelak.
Sekolah lapangan kopi ini akan dilakukan secara berkelanjutan. Kita akan terus pantau dan lihat bagaimana perkembangan dan pertumbuhan batang kopi yang sudah kita pangkas tadi, apakah batang kopi tersebut akan pulih atau tidak, dan apakah akan berpengaruh terhadap produksi kopi di musim panen berikutnya.