Warga Desa Sikalang dan WALHI Sumatera Barat Laporkan CV Tahiti Coal ke Menteri ESDM dan KPK

WALHI Sumatera Barat dan 30 orang warga Desa Sikalang akhirnya melaporkan CV Tahiti Coal kepada Menteri ESDM dan KPK RI. Keputusan ini diambil, setelah perusahaan pemegang IUP Operasi Produksi Tambang Batubara di Kota Sawahlunto ini diketahui melanggar hukum. Perjuangan warga sejak tahun 2018 hingga tahun 2022, menghasilkan beberapa bukti yang menjelaskan bahwa CV Tahiti Coal telah melakukan pelanggaran hukum dalam aktifitas tambang batubara di Kota Sawahlunto. Aktivitas tambang dalam (underground) perusahaan ini telah mengancam wilaya Kelola masyarakat (pemukiman dan kebun), serta mencemari sumber air warga. Puluhan rumah warga retak-retak, kebun warga amblas dan tidak lagi produktif, serta warga mengalami penyakit kulit. Namun, sampai saat ini belum ada pertanggungjawaban konkrit atas aktivitas perusahaan tersebut.

Pada saat diperiksa KOMNAS HAM RI Perwakilan Sumatera Barat (9 September 2019), CV Tahiti Coal mengakui satu lubang tambang mereka berada diluar IUP. Sementara dalam rapat kerja komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat dengan Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat menyimpulkan bahwa CV Tahiti Coal telah melakukan pelanggaran hukum dalam aktivitas tambang batubaranya (02 Desember 2019). Atas temuan itu, pada tahun 2020 Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat telah dua kali mengirim rekomendasi kepada Gubernur Provinsi Sumatera Barat untuk dilakukan penegakkan hukum atas CV Tahiti Coal. Di samping itu, pada 3 Februari 2021 WALHI Sumatera Barat dan Warga Desa Sikalang juga melaporkan dugaan pidana pertambangan CV Tahiti Coal kepada POLDA Sumatera Barat. Hingga saat ini, sejak terbitnya surat perintah penyelidikan pada tanggal 16 Februari 2020 oleh POLDA Sumatera Barat, sampai juni tahun 2022 statusnya masih penyelidikan.

Karena progres penegakkan hukum yang tak begitu baik di Sumatera Barat, sementara aktivitas perusahaan dilapangan terus berlanjut dan kerugian warga terus bertambah, maka warga Desa Sikalang bersama WALHI Sumatera Barat melaporkan kasus ini ke Menteri ESDM dan KPK RI. Warga juga kecewa pasca perubahan UU Minerba, Dinas ESDM mencoba lari dari tanggung jawab menyelesaikan persoalan, dengan beralasan kewenangan telah beralih ke pusat. Laporan ke Menteri ESDM akan menjadi pembuktian, dimana sesungguhnya ke berpihakan pemerintah, melindungi perusahaan batubara atau melindungi nyawa dan wilayah Kelola rakyat.

Suhendri (lk-lk), Warga Desa Sikalang menyatakan saat kunjungan lapangan DPRD Provinsi Sumatera Barat (2019), kami dapat kesempatan mengecek dan masuk kedalam lubang tambang dalam CV Tahiti Coal, memang lubangnya sudah melewati batas IUP. Untuk itu, kami meminta tindakan tegas dari pemerintah. Efdarianti (Pr), rumah-rumah kami terancam oleh lubang tambang perusahaan. Puluhan rumah teman-teman kami sudah retak-retak, kami tidak ingin rumah kami amblas kedalam tanah. Sudah ada contoh nyata, tetangga kami sudah ada rumahnya yang hancur akibat dampak tambang dalam batubara dimasa silam. Kami tidak ingin bernasib sama. Titin (Pr), kebun saya tidak lagi produktif. Jengkol, Durian, Kelapa pada mati. Hasilnya juga jauh berkurang, dahulu dari satu pohon jengkol kami bisa dapat hasil 3 juta sekali panen, sekarang hanya 500 ribu rupiah. Tetapi perusahan tidak mau bertanggung jawab. Padahal menurut dinas perkebunan, kebun saya tidak produktif lagi salah satunya, akibat dari tambang batubara. Edi Rahmat (lk), saya bersama isteri, harus mengonsumsi obat rutin, karena penyakit kulit, air kami tercemar air limbah tambang. Bahkan teman kami, harus membeli air gallon untuk mandi.

Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup WALHI Sumatera Barat menyatakan : sebenarnya hasil pemeriksaan inspektur tambang Kementerian ESDM dan Tim ESDM Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (19-20 Februari 2020), ditemukan dua lubang dalam tambang batubara CV Tahiti Coal yang terindikasi keluar dari IUP. Lubang THC O1A, lubang utamanya sepanjang 325,1 meter terindikasi diluar IUP, sementara dilubang ini ada 35 cabang lubang yang juga terindikasi diluar IUP. Hasil pengecekan warga, satu cabang lubang memiliki panjang 90 meter. Sementara pada lubang THC 01B, lubang utamanya sepanjang 80 meter terindikasi diluar IUP, dilubang ini ada 5 cabang lubang yang terindikasi di luar IUP. Dengan demikian, artinya perusahaan ini jelas melakukan tindak pidana pertambangan. Melakukan aktivitas tambang batubara diluar IUP. Selain itu, juga telah menimbulkan kerugian negara yang cukup besar.

Hasil kajian WALHI Sumatera Barat menyimpulkan, terdapat potensi kerugian Negara dari pengambilan Sumber daya Alam Batubara di luar WIUP oleh CV. Tahiti Coal. Perhitungan ini didasarkan kepada data Dinas ESDM tentang Indikasi tambang CV. Tahiti Coal yang berada di luar WIUP. Perhitungan dilakukan dengan cara perhitungan Volume Batubara dikalikan dengan massa Jenis dan dikalikan harga rata-rata Batubara Pada Tahun 2018. Total kerugian Negara dari aktivitas pengambilan SDA Batubara tanpa izin tersebut sebesar 23 Milyar Rupiah. Untuk itu, WALHI Sumatera Barat bersama 30 orang Warga Desa Sikalang melaporkan kasus ini ke Menteri ESDM dan KPK dengan tuntutan :
1. Melakukan proses penegakkan hukum atas dugaan pelanggaran hukum pertambangan oleh CV Tahiti Coal, baik atas dugaan tindak pidana pertambangan, tindak pidana lingkungan bidang pertambangan, dan tindak pidana korupsi bidang pertambangan;
2. Melakukan kajian dan evaluasi lanjutan atas seluruh kegiatan usaha pertambangan CV Tahiti Coal, yang telah teridentifikasi melanggar hukum;
3. Menghentikan aktivitas pertambangan CV Tahiti Coal, baik sementara dan/atau permanen demi mencegah meluasnya kerusakan tambang, bertambahnya kerugian negara, dan meningkatnya jumlah korban, hal ini penting mengingat aktivitas tambang teridentifikasi melanggar hukum;
4. Menghukum CV Tahiti Coal untuk mengganti kerugian warga Dusun Bukit Sibanta Desa Sikalang yang terdampak oleh aktivitas tambang batubara CV Tahiti Coal;
5. Memberikan informasi dan/atau klarifikasi atas adanya permohonan perluasan IUP pertambangan oleh CV Tahiti Coal ke Kementerian ESDM, jika benar, Warga dengan tegas menyatakan keberatan dan bermohon kepada Menteri ESDM untuk tidak mengabulkannya;