Padang, 22 Februari 2022
Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat melakukan Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) VIII di Hotel Rangkayo Basa pada 22 - 23 Februari 2022. PDLH WALHI Sumatera Barat sebagai forum tertinggi dalam mengambil keputusan organisasi dan juga menyusun mandat mandat guna mencapai tujuan mewujudkan pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas lingkungan hidup dan hak asasi manusia sebagai bentuk dari tanggung jawab negara atas pemenuhan sumber‐sumber kehidupan.
Dalam kesempatan tersebut juga diselenggarakan pemilihan Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Barat dan Dewan Daerah WALHI Sumatera Barat periode 2022-2026. PDLH VIII ini memandatkan organisasi kepada Wengki Purwanto sebagai Direktur Ekskutif Daerah terpilih menggantikan Uslaini sebagai Direktur Eksekutif periode sebelumnya, serta Erik Bernandi sebagai Ketua Dewan Daerah, Yoni Candra dan Khalid Khalilullah sebagai anggota Dewan Daerah.
Tekanan terhadap Lingkungan Hidup yang berakibat pada menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan terus terjadi. WALHI Sumatera Barat meyakini bahwa masih sangat dibutuhkan perjuangan dan dukungan dari banyak pihak baik lembaga maupun individu untuk memastikan tersedianya lingkungan yang baik dan layak untuk makhluk. Namun perjuangan tersebut dari hari-kehari semakin dihadapkan dengan tantangan yang berat, terutama yang bersumber pada semakin kukuhnya dominasi dan penetrasi rezim kapitalisme global melalui agenda‐agenda pasar bebas dan hegemoni paham liberalisme baru (neo‐liberalism), dan semakin menguatnya dukungan dan pemihakan kekuatan politik dominan di dalam negeri terhadap kepentingan negara‐negara industri atau rezim ekonomi global. Rezim kapitalisme global yang menempatkan rakyat, lingkungan hidup dan sumber- sumber kehidupan rakyat, bahkan bumi sebagai tumbal akumulasi kapital. Eksploitasi dan pengerukan sumber daya alam yang tiada habisnya yang berujung pada krisis lingkungan hidup yang kemudian telah mempengaruhi tatanan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya dan pada akhirnya meningkatkan risiko bagi warga negera karena semakin meningkatnya kerentanan yagn berujung pada teracamnya keselamatan dan kehidupan seluruh warga negara, baik di perdesaan maupun perkotaan. Model-model pengelolaan ruang yang bertumpu pada mekanisme pasar dan mengabaikan nilai nilai lokal kemudian berkontribusi terhadap deforestasi dan krisis iklim yang akhirnya berujung pada meningkatnya bencana ekologis.