SAATNYA MELAKUKAN PERLAWANAN

Sebuah Laporan
Oleh : Rawana

Salam Adil dan Lestari

 

Sabtu pagi, 23 oktober 2021, sekitar pukul 09.00 wib puluhan masyarakat dari nagari bidar alam dan ranah pantai cermin terlihat berkumpul dekat portal PT Ranah Andalas Plantation (PT RAP) di jorong Trans Aceh Nagari Bidar Alam. Mereka kemudian memasang spanduk besar dengan tema PERINGATAN. Spanduk tersebut ditandatangani oleh puluhan masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan illegal di Nagari yang pernah menjadi markas Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) ini.

 

Aksi masyarakat ini seperti terilhami dari darah juang leluhur mereka yang sukacita mengorbankan segalanya, demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia melalui PDRI. Sikap tidak mau tunduk atas segala bentuk ketidakadilan, mendorong masyarakat memasang spanduk yang subtansinya berisi peringatan untuk perusahaan sebagai berikut :

 

1. Perusahaan dilarang secara tidak sah mengerjakan, mengunakan, menduduki dan/atau menguasai tanah masyarakat dan/atau tanah ulayat masyarakat hukum adat untuk usaha perkebunan.Apabila melanggar ketentuan ini, maka perusahaan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak 4 milyar rupiah.

 

2. Perusahaan dilarang secara tidak sah memanen / memungut hasil perkebunan.

 

3. Perusahaan tidak boleh kegiatan budidaya tanaman  perkebunan sebelum mendapatkan hak atas tanah dan perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

 

Salah satu masyarakat yang ditemui menuturkan : spanduk peringatan ini kami susun sesuai dengan ketentuan hukum perkebunan (UU 39/2014 tentang perkebunan, yang beberapa pasalnya telah diubah melalui UU 11/2020 tentang Cipta Kerja). Selain itu, aksi ini dilakukan masyarakat demi menegakkan keadilan atas segalan pelanggaran hukum yang telah dilakukan oleh pihak  perusahaan. Sebagaimana diketahui, izin lokasi PT RAP telah ditegaskan oleh Pemda Solok Selatan tidak berlaku lagi dan perusahaan ini juga tidak memiliki hak atas tanah kami. Dengan demikian, menurut hukum perkebunan, perusahaan ini tidak sah dan/atau illegal. Kami tidak ingin, ada perusahaan illegal di nagari kami ini dan bahkan ada salah satu saudara kami yang pernah masuk jeruji besi akibat mempertahankan hak-hak atas tanahnya.

 

Dahulu, karena karamah-tamahan dan kebaikan masyarakat, kami sepakat lahan-lahan produktif kami dijadikan lokasi budidaya tanaman perkebunan sawit oleh PT RAP dengan skema kerjasama. Namun, hak masyarakat 40% dari hasil panen sawit tidak pernah diberikan sebagaimana mestinya. Memang sejak awal, perusahaan telah hadir dengan iktikad tidak baik, bahkan mencoba mengubah status tanah masyarakat menjadi tanah negara melalui permohonan HGU. Hari ini kami mengerti ternyata perusahaan ini tidak taat terhadap hukum. Karena itu, sebagai warga negara yang baik kami mulai mengingatkan perusahaan, bahwa tanah ini bertuan. Kami tidak rela, tanah kami dikotori oleh usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara melawan hukum oleh perusahaan.

 

Sebelum bubar, masyarakat menyuarakan dengan lantang, agar Gubernur Sumatera Barat dan Bupati Solok Selatan segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang masih beroperasi secara illegal, jika hal ini terus dibiarkan, tentu pemerintah daerah dan masyarakat akan terus dirugikan oleh pihak perusahaan.