Salam Adil dan Lestari
5 Agustus 2022
Mengutip berita koran Harianhaluan, Hari Kamis Tanggal 4 Agustus tentang berita dengan judul “Seekor Buaya Masuk Tambak Udang” bahwa kejadian ini menjadi warning yang keras kepada pemangku kepentingan bahwa ada persoalan lingkungan hidup yang mengancam ekosistem pesisir akibat usaha budidaya tambak udang. Pada dasarnya bukan buayalah yang masuk dalam tambak udang, tapi tambak udanglah yang masuk serta merampas habitat buaya.
Buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan jenis buaya paling agresif jika dibandingkan jenis lainnya. tubuh buaya memiliki ciri fisik dengan panjang tubuh 4,5 sampai 12 meter. Buaya ini aktif pada siang dan malam hari. Buaya ini memangsa siapapun yang memasuki wilayahnya. Mangsanya adalah Ikan, Amfibi, Reptilia, Burung, dan Mamalia (termasuk mamalia besar). namun keberadaan Buaya muara ini semakin terancam akibat habitatnya yang semakin sempit diakibatkan aktivitas manusia, yaitu konflik buaya dengan manusia. Kejadian ini tentu mengkonfirmasi bahwa keberadaan tambak udang tidak sesuai dengan RTRW yang disampaikan beberapa waktu lalu oleh Pemprov dan sekarang berdampak terhadap keanekaragam hayati khususnya buaya.
Konflik buaya Versus manusia di Sumatera Barat cukup tinggi. BKSDA Sumbar mencatat dalam rentang waktu 2009 hingga 2022, terdapat 71 kasus. Kabupaten Agam, menjadi wilayah dengan jumlah kasus terbanyak yakni 29 kasus. Lalu, urutan kedua Kabupaten Pasaman Barat dengan total 17 kasus kejadian dan Padang Pariaman, 12 kasus. sementara selama 2021 lalu, terjadi tujuh konflik buaya dengan manusia. sebarannya terjadi di Nagari Manggopoh serta Tiku, tepatya di Batang Masang Kabupaten Agam. selain konflik dengan manusia, permasalahan penting lain adalah terganggu dan dirampasnya habitat muara buaya ini akibat aktivitas budidaya manusia seperti pembangunan tambak udang di areal pesisir.
Merujuk Pada aturan yang berlaku bahwa buaya muara merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. termasuk habitat buaya tersebut dari ancaman perampasan dan pencemaran oleh aktivitas manusia.
Di Sumatera Barat, Tambak udang masih menjadi permasalahan serius. alih-alih ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dengan PAD yang tinggi dari kegiatan budidaya udang, tapi malah menyisakan masalah lingkungan hidup yang serius di Sumatera Barat, khususnya di daerah pesisir. Hingga Tahun 2020 Pemprov Sumbar mencatat sudah ada sebanyak 625 Petak dan 135 Ha. Daerah tambak udang tersebut tersebar di Kab/ Kota di Sumatera Barat mulai dari Kab. Pasaman Barat sampai Pesisir Selatan masalah dan ancaman lingkungan. umumnya daerah yang dibuat untuk tambang udang berasal dari mangrove dan bakau yang merupakan habitat buaya muara.
Peneliti buaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Hellen Kurniati mengatakan, buaya muara lebih suka hidup di daerah muara sungai yang dikelilingi tanaman nipah atau sejenisnya. ini disebabkan tangkai daun atau pelepah tanaman itu digunakan untuk membuat sarang dengan kondisi sekarang akibat nipah yang telah dikonversi kita akan menunggu predator ini akan punah di Sumatera Barat.
Dari Analisis WALHI Sumbar bahwa ada 3 tahapan bagaimana Tambak udang marampas dan merusak ekosistem wilayah pesisir. Pertama, dalam proses penyiapan lahan dilakukan dengan cara mengkonversi lahan yang semulanya adalah mangrove (nilah, bakau) menjadi tambak udang. lahan mangrove tersebut sejatinya adalah tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa serta flora-flora endemik pesisir. Kedua, dalam proses pengoperasian tambak udang, limbah tambak udang dibuang ke sungai dan pada akhirnya sampai ke muara dan berakhir di laut. limbah tersebut menjadi sumber pencemar bagi satwa satwa yang hidup dalam ekosistem mangrove tersebut. Ketiga, Pembiaran kejahatan lingkungan tersebut oleh pemerintah daerah dan Instansi terkait tanpa ada langkah konkrit yang diambil atas tambak udang yang telah merampas serta merusak ekosistem pesisir.
WALHI Sumbar Mendesak kepada pemerintah untuk mengatasi persoalan tambak udang yang mengancam ekosistem pesisir. setidaknya ada 3 tuntutan kepada Pemerintah, Pertama, segera lakukan inventarisasi terhadap keanekaragaman hayati yang ada di wilayah pesisir, Sumatera Barat, Kedua lakukan pengamanan kawasan bagi flora dan fauna yang ada di wilayah pesisir, selanjutnya segera lakukan tindakan hukum bagi perampasan serta perusakan kawasan pesisir secara sistematis dan masif ini.