Bencana merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing di kehidupan ini. Sejak Januari hingga tanggal Februari 2020, tercatat sebanyak 652 kejadian bencana mengakibatkan korban jiwa 123 orang dan hilang 2, sedangkan lebih dari 1,4 juta mengungsi. Laporan kejadian bencana ini mencakup bencana tektonik merupakan aktifitas di dalam bumi, bencana hidrometeorologi yang merupakan akibat dari anomali dan perubahan iklim serta yang masih sedang kita hadapi saat ini adalah epidemi wabah penyakit Covid-19. Salah satu wilayah yang tidak lekang dari fenomena bencana alam adalah provinsi Sumatera Barat.
Kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa Sumatera Barat terkenal dengan alamnya yang kompleks dan sangat eksotik, ini membentang dari pesisir pantai hingga jajaran perbukitan barisan, tidak hanya kultur yang identik dengan masyarakat Minangkabau, dan warisan jejak sejarah kolonial dan jepang masih eksis di negeri ini. Kekayaan ini menjadi icon ataupun destinasi wisata bagi pelancong dan wisatawan internasional. Namun, dibalik keindahan alam sumatera barat yang sangat memanjakan mata, kondisi Geografis dan geologis ini menyimpan Potensi bahaya bencana yang bisa datang sewaktu-waktu, sehingga wilayah ini rawan terhadap bencana alam. Maka dari itu, tidak asing bagi kita bahwa Sumatera Barat dikenal dengan Supermarket Bencana atau dikalangan akademisi menyebutnya sebagai laboratorium kebencanaan. Ini beranjak dari kekayaan alam yang menyimpan kekayaan bencana. Sedikitnya ada 13 ancaman bencana alam yang membentang dari laut hingga daratan ada di Sumbar yaitu: gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, likuifaksi, subsidensial daratan/ tanah amblas, longsor, banjir genangan, banjir bandang, banjir pasang, abrasi, tanah, kekeringan, angin puting beliung, dan kebakaran hutan dan lahan, dimana tujuh diantaranya masuk kategori potensi tinggi terjadinya bencana. Sebagai salah satu percontohan disini adalah wilayah aliran sungai (DAS) di Sumatra Barat. Pada bahagian hulu kawasan ini membentang morfologis bukit barisan, dimana wilayah ini berpotensi terjadi bencana gempa bumi, tanah longsor, kebakaran hutan, puting beliung hingga banjir bandang, letusan gunung api, yang sudah sering terjadi dan terus mengancam masyarakat. Sementara itu untuk daerah tengah dan hilir daerah aliran sungai rentan terhadap bencana banjir dan banjir bandang. Selanjutnya kawasan pesisir pantai Sumatera Barat yang banyak terbentuk akibat endapan tanah atau proses sedimentasi sungai berpotensi terjadinya likuifaksi, tsunami, banjir pasang dan gelombang ekstrim abrasi. Semua kasus bencana ini sudah banyak meninggalkan sejarah ataupun trauma yang membekas bagi masyarakat Sumatera Barat. Tingginya angka kerugian dan meningkatnya korban berbanding lurus dengan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Serta upaya mereduksi penyebab bencana itu sendiri.
Sejalan dengan posisi indonesia yang bersiap memasuki revolusi industri 5.0 dan pesatnya perkembangan kemajuan teknologi pada masa ini seharusnya risiko bencana dapat diminimalkan. Dimana saat ini Indonesia berada pada era teknologi 4.0 merupakan sebuah era dimana teknologi mendominasi semua sektor sebagai alat bantu untuk memudahkan kegiatan manusia. Perkembangan Teknologi yang semakin masif membuat kehidupan manusia semakin mudah. Perkembangan ini didukung dengan hadirnya internet yang membuat semua yang sulit menjadi mungkin dilakukan. Pemanfaatan teknologi tersebut juga dimanfaatkan untuk manajemen kebencanaan. Salah satu teknologi yang sangat banyak berkembang untuk segala bidang adalah munculnya pesawat tanpa awak atau familiar dikenal sebagai Drone.
Kita beranjak untuk melirik pada berbagai perkembangan yang sudah pesat diterapkan di Negara Maju, penggunaan teknologi Drone serta data Pencitraan satelit dapat memudahkan manajemen bencana, baik saat perencanaan, kejadian dan pasca bencana. Pada saat perencanaan Citra yang dihasilkan drone serta Citra satelit dapat digunakan sebagai penilaian risiko bencana. Gambaran foto udara dari drone juga dapat dimanfaatkan untuk membuat kajian yang lebih detil terhadap suatu wilayah untuk menilai risiko bencana yang akan terjadi di masa depan, selain itu pembuatan lokasi evakuasi bencana seperti banjir, banjir bandang, tsunami dan evakuasi dapat ditentukan dengan sangat efisien dalam waktu cepat menggunakan perangkat laptop. Penggunaan data open source (terbuka) seperti openstreetmap.com serta Citra Satelit Landsat dapat digunakan untuk mengestimasi daya tampung ruangan untuk evakuasi korban bencana, menghitung kebutuhan pokok dari jumlah penduduk yang akan di evakuasi. Implementasi Manajemen penanggulangan bencana sudah diterapkan di India dalam respon terhadap covid. India memanfaatkan teknologi drone untuk membawa 10 dosis vaksin dari Kota Bishnupur ke sebuah klinik kesehatan di Pulau Karang — yang terletak di tengah Danau Loktak seluas 240 km persegi — hanya dalam 12 menit. Perjalanan ke pulau tersebut bila ditempuh menggunakan perahu dan jalur darat akan menghabiskan empat jam.
Gempa bumi Sichuan, China 2008 adalah salah satu gempa bumi paling merusak dalam sejarah, karena akses jalan tidak dapat digunakan, Tim penyelamat menggunakan drone untuk mengidentifikasi bangunan padat penduduk yang runtuh, seperti sekolah dan rumah sakit, sehingga tim penyelamat dapat secara efektif menargetkan area prioritas.
Dalam Kasus kebakaran Hutan, Drone besar dengan daya angkat berat dapat menyemprotkan bahan tahan api langsung ke lantai yang lebih tinggi, mengirimkan petugas pemadam kebakaran ke lantai di atas, menyelamatkan orang yang selamat yang terperangkap. Drone yang dilengkapi dengan kamera dapat memberikan data visual waktu nyata kepada petugas pemadam kebakaran dari api dengan menggunakan sensor thermal pada kamera untuk memvisualisasikan pembacaan suhu yang berasal dari api, memberikan informasi kepada petugas pemadam kebakaran tentang di mana api berkobar paling besar.
Dalam konteks penyelamatan orang (rescue) yang tersesat di Pegunungan juga dapat menggunakan teknologi pada drone, beberapa drone memiliki sensor thermal pada kamera yang digunakan untuk menemukan Korban yang tersesat. Ini akan mengoptimalkan pencarian pada wilayah yang luas dengan topografi terjal hanya dengan waktu yang singkat. Selanjutnya drone dapat membawa serta mengirimkan bantuan (P3K, Kebutuhan Pokok) sementara kepada korban sembari menunggu petugas melakukan evakuasi.
Contoh implementasi teknologi pesawat udara tanpa awak seperti Drone sudah diaplikasikan dalam berbagai proses mitigasi ataupun Penanggulangan bencana alam oleh negara-negara maju, baik saat terjadi bencana ataupun pasca terjadinya bencana alam perlu dijadikan gambaran bagi kita dalam upaya percepatan penanggulangan bencana. Dengan kondisi yang tak terbantahkan ini dimana Sumatera Barat sebagai Supermarket bencana, sudah seharusnya mengedepankan upaya mitigasi berbasis perkembangan teknologi. Drone dan pemanfaatan data CSRT citra satelit resolusi tinggi dapat membantu perencanaan mitigasi serta Penanggulangan bencana yang lebih baik berbasis spasial. Pemanfaatan teknologi drone misalnya dapat meningkatkan Efektivitas dan efisiensi waktu baik pada saat Perencanaan dan tanggap darurat bencana.
19 Oktober 2021
Tommy Adam
Muhammad Hanif