Konflik klaim kawasan hutan negara dan masyarakat pekebun air bangis sudah berlansung lama dan belum mampu diselesaikan oleh pemerintah, Pada tanggal 7 Maret 2022 lalu, WALHI Sumatera Barat telah menerima surat dari Solidaritas Masyarakat Pekebun Nagari Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Kabupaten Pasaman Barat. Dengan beberapa point utama diantaranya :
1. Lahan perkebunan masyarakat “dianggap” oleh pemerintah berada didalam kawasan hutan produksi. Hal tersebut diketahui masyarakat pada tahun 2021 dari pihak Kepolisian Resort Pasaman Barat.
2. Ada upaya pemerintah untuk meminta masyarakat menyerahkan lahan perkebunan mereka kepada pemerintah dengan alasan utama lahan dimaksud berada didalam hutan produksi. Dalam beberapa kondisi, upaya tersebut dilakukan pemerintah dengan “intimidasi” dan/atau menempatkan masyarakat dalam “tekanan” ancaman melanggar hukum dengan berkebun dalam kawasan hutan secara tidak sah.
3. Peristiwa tersebut menimbulkan rasa takut di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat tidak berani merawat dan memanen hasil kebun mereka, karena khawatir.
4. Lahan yang dijadikan perkebunan oleh masyarakat Nagari Air Bangis merupakan lahan yang telah diwariskan secara turun- temurun dari satu generasi ke generasi oleh masyarakat hukum adat di Nagari Air Bangis, ditandai dengan bukti adat diantaranya seperti pandam pekuburan leluhur, tapak-pondasi mesjid lama, tapak-pondasi huller penggilingan padi lama; Lahan perkebunan tersebut ditanami oleh masyarakat dengan kelapa sawit, jagung, pisang dan singkong.
5. Memang ditemukan informasi yang mengindikasikan dugaan keterlibatan personil dari institusi POLRI melakukan perbuatan intimidasi dan/atau pemaksaan kepada masyarakat agar menyerahkan lahan-lahan perkebunan sawit masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan produksi kepada pemerintah melalui suatu surat pernyataan kepada kepolisian.
6. Dugaan keterlibatan personil dari institusi POLRI melakukan patroli kelahan-lahan perkebunan tanpa ada kejelasan dasar, maksud dan tujuan kegiatan tersebut dilakukan kepada masyarakat pemilik kebun.
7. kebijakan pemerintah di bidang kehutanan, mengharuskan masyarakat yang “dianggap” telah terlanjur berkebun di dalam kawasan hutan produksi untuk menerima “solusi” melalui kebijakan perhutanan sosial skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
8. Pemerintah telah mengeluarkan izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) untuk sebagian lahan perkebunan masyarakat di Nagari Air Bangis.
9. Izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah tumpang tindih dengan lahan perkebunan masyarakat, lahan perkebunan plasma masyarakat yang dibangun dulunya oleh PT BTN, dan/atau lahan perkebunan masyarakat dibebani izin HTR tanpa sepengetahuan masyarakat pemilik kebun. Situasi tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal dan vertikal.
10. Informasi sebagian masyarakat merasa takut dikriminalisasi (penjara) karena dianggap melanggar hukum berkebun didalam kawasan hutan secara tidak sah, dan terancam sumber mata pencariannya, sehingga menimbulkan penderitaan dan kesulitan ekonomi terutama dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, terlebih lagi pada situasi ekonomi yang tengah sulit saat ini.
11. Informasi bahwa masyarakat dilarang oleh oknum anggota POLRI untuk menjual hasil perkebunan mereka. Dan WALHI telah melihat keadaan dilapangan, dan mendapatkan keadaan seperti yang dijelaskan point-point diatas benar adanya.
Sampai hari ini, Masyarakat yang tergabung di Solidaritas Pekebun Air Bangis mencapai 230 KK, 159 KK Pekebun Mandiri, dan 71 KK Anggota Plasma yang berjumlah hingga 1000 jiwa yang sama-sama berjuang mempertahankan ruang hidup dan penghidupannya. Pekebun mandiri yang tergabung di Solidaritas Pekebun Air Bangis total lahan 580 Ha, Dengan Luas lahan yang dikuasai rata-rata 4 ha, dengan umur tanaman 0-10 tahun, dan menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

Dalam hal ini WALHI Sumatera Barat dan Masyarakat Pekebun Nagari Air Bangis meminta :
1. Negara / pemerintah harus mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat di Nagari Air bangis.
2. Negara / pemerintah mengambil langkah dialogis daripada pendekatan pidana untuk penyelesaian konflik.
3. Pemerintah harus memastikan masyarakat tetap dapat dapat mengakses kebun secara aman dan tanpa tekanan
4. Perlu ditinjau ulang proses penyerahan lahan dan kepengurusan plasma KSU Air Bangis Semesta yang diduga terjadi tidak melalui mekanisme yang baik.
5. POLRI mesti memastikan keberadaan di lapangan sebagai pelindung dan pengayom masyarakat
6. Ada peluang pendekatan permasalahan melalui Perhutanan Sosial seperti yang diatur dalam Permen LHK No. 91/2021 tentang Perhutanan sosial. Bahwa masyarakat dapat mengajukan hak kelola nya melalui skema perhutanan sosial dengan mekanisme jangka benah yang telah terlanjur ditanami sawit.
7. Pada prinsipnya Negara maupun pemerintah harus menyelesaikan persoalan konflik tersebut dengan cara dialogis, melihat semua peluang regulasi yang ada tanpa menyingkirkan hak hak masyarakat atas wilayah kelolanya.