Pembangunan tol trans Sumatera, ruas Pekanbaru (Riau)-Padang (Sumatera Barat) mulai berjalan. Pembangunan yang melewati kawasan hutan, pemukiman sampai kebun, lahan pertanian bahkan pemakaman warga. Masalah lahan muncul seperti di Nagari Koto Baru Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.Proyek jalan tol Padang—Pekanbaru dengan target operasi 2025 ini terdiri dari enam seksi. Seksi I, Padang-Sicincin, Seksi II Sicincin-Bukittinggi, dan Seksi III Bukittinggi-Payakumbuh. Kemudian, Seksi IV Payakumbuh—Pangkalan, Seksi V Pangkalan-Bangkinang, dan Seksi VI Bangkinang-Pekanbaru.
Banyak persoalan yang hadir dengan adanya proyek pembangunan tol ini. salah satunya berada di Kab. 50 Kota. Perwakilan masyarakat dari 5 Kenagarian menyatakan penolakan terhadap jalan tol ini. karena melewati lahan terdampak terhadap pemukiman dan lahan produktif masyarakat di 5 Kenagarian ini. WALHI melakukan pengorganisasian dan membantu mengadvokasi kasus ini. dari Analisis WALHI Sumbar, kawasan rencana pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru terdapat 74 nagari (desa) di 20 kecamatan serta 7 kabupaten dan kota. Apabila jalan tol dibangun, tentu sumber-sumber penghidupan masyarakat setempat yang mayoritas petani. selain itu, proyek ini jelas akan merampas ruang hidup masyarakat. khususnya Ruas 50 Kota adalah ruas yang paling banyak dilewati oleh Jalan tol, setidaknya ratusan hektar dan ratusan pemukiman akan terancam karena rencana pembuatan jalan tol ini.
Pada Hari Jumat, 13 Mei 2022 Format 50 Kota melakukan hearing dengan DPRD Sumbar terkait keresahan warga di 5 Kenagarian yang akan dilalui trase jalan tol Payakumbuh - Pangkalan. Ezi menyampaikan kepada DPRD (Komisi IV) bahwa pembangunan jalan tol ini akan berdampak bagi masyarakat di 5 Kenagarian, diantaranya hilangnya tempat hidup lebih dari 539 KK, hilangnya pusako, hilangnya sumber sumber penghidupan seperti lahan pertanian serta tanah ulayat masyarakat. Format 50 Kota meminta agar DPRD Sumbar mengawal agar masyarakat tidak dikorbankan dalam pembangunan ini.
WALHI Sumatera Barat menilai pembangunan jalan tol jangan sampai menyengsarakan masyarakat, apalagi menghilangkan tempat dan sumber-sumber penghidupan rakyat. Pembangunan seharusnya mengutamakan musyawarah dan memastikan terserapnya aspirasi rakyat dalam proses pembangunan tersebut. Pemerintah juga harus mengkaji beban biaya yang timbul dari potensi potensi konflik yang akan hadir apabila proses pembangunan cenderung dipaksakan. WALHI Sumbar berharap pemerintah dapat mengkaji kembali trase Pangkalan - Payakumbuh dengan harapan dapat dialihkan dari pemukiman padat penduduk.