Carut Marut pengkriminalisasian masyarakat Bidar Alam oleh PT. RAP

Senin, 5 Desember 2023 Tim Kuasa Hukum masyarakat Bidar Alam (LBH PADANG) melaksanakan Sidang Online di Kejaksaan Negeri Solok Selatan, dengan agenda persidangan yaitu pemeriksaan saksi jaksa penuntut umum. Puluhan masyarakat Bidar Alam datang bersolidaritas ke Kejaksaan Negeri Solok Selatan untuk mendukung Masyarakat yang di Kriminaliasi oleh perusahaan PT. RAP serta untuk melihat dan mendengarkan keterangan saksi jaksa penuntut umum.


Saksi jaksa penuntut umum Reni Asmara (Humas PT. RAP) sebagai saksi pelapor dugaan pencurian menyampaikan “bahwasannya beliau bekerja di Pt. RAP dari tahun 2015 sampai hari ini, kemudian beliau menyampaikan rentang waktu selama 3 tahun beliau bekerja di PT. RAP, perusahaan menghasilkan keuntungan sebanyak kurang lebih sepuluh juta dengan rata-rata 500-1000 ton pertahun dan beliau juga menyampaikan perusahaan sudah memberikan pinjaman Rp.100.000/hektar yang dibayarkan pertriwulan kepada masyarakat di luar hak masyarakat 40%”. Keterangan yang beliau sampaikan di depan persidangan.


Lebih lanjut Reni juga menyampaikan” bahwasannya Setiap aktivitas masyarakat dalam melakukan pemanenan dari bulan agustus 2020 sampai dengan agustus 2021 masyarakat sudah memanen sebanyak kurang lebih 1.900 ton sawit dengan kisaran harga miliyaran rupiah dan kemudian saksi mengatakan diatas lahan perusahaan tidak memiliki alashak dan membenarkan kepemilikan tanah itu punya masyarakat dan perusahaan tidak pernah memberikan 40 persen pembagian hasil kepada masyarakat”.


Atas keterangan yang di berikan saksi jaksa tersebut Tim Kuasa Hukum masyarakat Bidar Alam yang di wakilkan oleh Alfi Syukri “ menilai bahwa keterangan yang disampaikan oleh saksi tersebut tidak konsisten mengenai situasi konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahan, lalu saksi bisa menjelaskan kerugian selama 2 tahun sebanyak 1.900 Ton tapi ketika ditanya berapa kerugian yang dialami oleh masyarakat tidak bisa menjelaskan. Masyarakat memiliki hak 40 % dari hasil dan tidak pernah dihitung oleh perusahaan, ini menandakan perusahaan tidak memiliki niat untuk memenuhi kewajibannya dan cara yang dipakai tidak menyelesaikan berdasarkan perjanjian notaris No .62 tahun 2014. Mestinya diselesaikan dengan cara mufakat atau melalui peradilan keperdataan namun perusahaan hanya fokus supaya masyarakat dikriminalkan mendapatkan masalah dengan mempidanakannya.


Disisi lain kuasa hukum melihat dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa PT. RAP juga melakukan pelanggaran hukum hal ini dibuktikan dengan adanya surat peringatan pertama,kedua dan ketiga yang dikeluarkan oleh pemerintahan Solok Selatan sekaligus adanya surat pelarangan panen kepada PT. RAP dan masyarakat, tetapi tetap saja PT. RAP tidak menghiraukan terkait surat pelarangan panen tersebut.


Berdasarkan keadaan yang terjadi kuasa hukum meminta kepada Hakim agar menilai persoalan ini dengan bijak dan teliti sehingga bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan ini agar segera dihentikan dan berharap Hakim ketika mengambil keputusan nanti bisa memutus persidangan dengan adil yang seadil-adilnya bersadarkan Hak Asasi Manusia”.


Konflik Masyarakat Bidar Alam ini bermula dari tahun 2009 ketika perusahaan memulai panen dan perusahaan tidak menepati perjanjian antara masyarakat Bidar Alam dengan PT. RAP. Sampai saat ini konflik ini tetap bergulir dan berakibatkan kriminaliasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap masyarakat Bidar Alam.