Aia Niro ( Air Aren )

Sebuah pepatah yang sering kita ucapkan untuk mengkiaskan sesuatu yang belum familiar bagi kita, “Tak kenal maka tak sayang”.

 

Sudah pernah nyobain Aia Niro ??

banyak pasti bakal jawab enggak pernah ?

Secara, Aia niro atau Air Aren ini cukup langka, kecuali olahannya, saka niro atau lebih dikenal dengan gula aren atau gula merah

 

Selain penghasil kolang-kaling, batang aren juga menghasilkan aia niro (air aren). Air ini diambil saat kolang-kaling atau yang disebut juga buah tap masih berbentuk putik. Tandan baru atau pelapah ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu atau penampung yang terbuat dari bambu untuk menampung cairan yang menetes. Warnanya bening, mirip air kelapa. Rasanya, segar dan enak banget… seperti air kelapa yang manis dikasih soda,

 

Cairan manis yang diperoleh dinamai niro, berwarna jernih agak keruh. Niro ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah, biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.

 

Aia niro merupakan salah satu dari sekian banyak hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan petani dan masyarakat di kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat untuk dijadikan gula aren, proses pengelolaan aia niro menjadi gula aren dilakukan secara tradisional.

 

Aia niro yang telah terkumpul kemudian disaring terlebih dahulu agar lebih bersih. Lalu dibawa ke tempat pemasakan. Aia niro yang telah disaring akan direbus ke dalam wajan yang besar dan dengan api yang sedang. Cairan aia niro ini harus sering diaduk selama proses rebus nya. Lama pemasakan sekitar 5-6 jam, tergantung pada bentuk tungku dan besarnya api.

 

Aia niro yang sedang dimasak sesekali harus diaduk, agar tidak gosong ketika mendidih, Aia niro yang sedang dipanaskan ini akan mengeluarkan buih.  Untuk mencegah meluapnya buih saat dimasak, taburkan dua butir daging buah kemiri yang telah dihaluskan pada setiap wajan. dan jangan lupa untuk membuang buih yang keluar saat Aia niro sudah mendidih. Pembuangan buih ini berguna agar ketika dicetak, gula dapat mengeras dan tidak menghitam.

Setelah direbus beberapa lama, cairan gula akan berubah warna secara perlahan menjadi warna cokelat. Cairan gula yang sudah berubah warna kecokelatan pun akan mengeluarkan letupan - letupan kecil seperti magma.

 

Untuk menguji apakah Aia niro sudah bisa dicetak atau belum. Caranya larutkan sedikit yang dimasak ke dalam air bersih dingin. Jika Aia niro langsung membeku, maka gula merah siap untuk di cetak. Jika Aia niro, belum cukup siap untuk dicetak, menyebabkan gula aren nantinya mudah berjamur. Nira yang telah menjadi cairan gula tersebut kemudian dapat dituangkan ke dalam cetakan. Cetakan dapat menggunakan bambu atau batok kelapa. Selanjutnya gula aren yang sudah membeku di cetakan, dibiarkan satu malam hingga dingin, baru bisa dibungkus. Jika gula aren dibungkus dalam keadaan panas, membuat gula menjadi lembab dan mudah berjamur, Cara tradisional membungkus gula aren biasanya menggunakan daun pisang, upih pinang, daun jati, dan perangkat alami lainnya. Setelah itu, tunggu sampai gula merah menjadi dingin. Gula merah atau gula aren yang telah dingin dapat ditiriskan ke tempat yang terpisah untuk kemudian dibungkus dan dikonsumsi

 

Tak hanya di Kabupaten Solok selatan, di daerah-daerah lainpun banyak masyarakat dan petani lokal yang memanfaatkan HHBK "Aia niro" ini menjadi sumber penghidupan, contohnya saja Di kabupaten 50 Kota, tak hanya dijadikan bahan baku gula aren atau gula merah. ada sebuah warung yang khusus menjual minuman segar Aia niro, harganya pun cukup terjangkau, ditempat yang pernah kami singgahi saja misalnya, harga Aia niro ini dapat dinikmati dengan harga Rp.5000,-/ gelas nya. nah... jika kawan-kawan berkunjung ke kabupaten 50 kota jangan lupa singgah dan mencoba Aia niro segar yaaa....