ABRASI: Antara Global Warming, Eksploitasi SDA dan Penataan Ruang Pesisir Kota Padang

Seakan tak pernah Bosan, Abrasi terjadi lagi di Pantai Padang, tepatnya di sepanjang pusat kota yang ada di Pantai Padang, Mulai dari Muaro Lasak sampai dengan muaro Siti Nurbaya terancam Abrasi. Menurut berita di Koran Padek Tanggal 27 Juli 2020, abrasi merusak jalur pedestrian di depan eks kantor dinas pariwisata dan kebudayaan Kota Padang.

 

Bila dilihat dari pengertiannya, Abrasi pantai adalah kerusakan garis pantai akibat dari terlepasnya material pantai, seperti pasir atau lempung yang terus menerus dihantam oleh gelombang laut atau dikarenakan oleh terjadinya perubahan keseimbangan angkutan sedimen di perairan pantai.

 

Abrasi pantai di Sumatera Barat adalah bencana rutin bahkan setiap tahunnya, Tahun 2019 saja abrasi berdampak terhadap 157 warga dari 38 kepala keluarga (KK) di Nagari Empat Koto Hilie, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Masyarakat tersebut harus direlokasi dan mencari tempat aman untuk tempat tinggal. Selain itu Pada Tahun 2019 juga, abrasi menghancurkan areal sekitar tugu merpati perdamaian, Muaro Lasak.

Karakteristik Abrasi Kota Padang

Karakteristik Pantai Padang Kota Padang yaitu pantai terbuka berbentuk horizontal, tidak memiliki lekukan dan pantai landai berpasir, dengan endapan pasir halus hingga kasar berwarna kuning kecoklatan hingga keabu -abuan. Karakteristik Gelombang Tinggi berkisar antara 0,88 - 1,18 m. Kecepatan arus berkisar pada 0.16 - 0.33 m/s. Sementara Kecepatan abrasi Pantai Padang Kota Padang berkisar antara 0,24 – 0,36 m/thn, sedangkan berdasarkan hasil Overlay citra hasil digitasi peta periode tahun 1990 – 2010 yaitu berkisar antara 2,0 – 3,4 m (0,10 – 0,17 m/thn). Abrasi di Padang tergolong tinggi, sehingga kita dapat melihat efeknya terhadap sarana prasarana yang terdampak saat ini.

WhatsApp Image 2021-11-14 at 04.19.03

Gambar 2: Hasil Penelitian Ferli Dkk (2012) Abrasi di Kota Padang.

Kenapa Abrasi Terjadi?

Faktor dengan skala yang lebih besar yang menyebabkan terjadinya abrasi adalah Pemanasan Global. Pemanasan global telah menaikkan suhu permukaan bumi beberapa derajat Celcius, sehingga terjadi kenaikan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut telah menyebabkan pasang naik semakin jauh masuk ke daratan. Hal inilah yang menyebabkan bakau yang tadinya ada di darat terseret oleh abrasi pantai ke pinggir laut. Pemanasan global juga mempengaruhi kondisi gelombang laut yang ekstrim karena tekanan udara di laut berubah ubah.

 

Pemicu kedua dengan skala lokal yang menjadi pemicu abrasi pantai adalah pengelolaan ruang dan eksploitasi SDA air tanah. Akibatnya adalah turunnya permukaan garis pantai karena defisit air tawar di sekitar garis pantai. Exploitasi air tawar yang sangat besar di darat, baik karena pemukiman (properti), mall dan hotel telah menyedot air tanah dalam jumlah sangat besar, sehingga deposit air dari resapan air hujan menjadi defisit. Defisit air tanah menyebabkan tekanan air dalam tanah ke permukaan menjadi berkurang, sehingga permukaan tanah menurun, termasuk di garis pantai.

 

Turunnya tekanan air tanah juga menyebabkan terjadinya infiltrasi (peresapan) air laut. Infiltrasi air laut merusak struktur tanah, terjadi pemadatan tanah ke bawah, sehingga permukaan tanah termasuk pinggir pantai semakin turun. Penggunaan air tanah yang masif membuat laju penurunan tanah semakin cepat.

 

Bila berkaca pada teori di atas, tentunya Pemusatan kegiatan seperti pembangunan hotel dan Mall yang berdekatan dengan Sempadan pantai jelas akan memperparah terjadinya abrasi di Kota Padang. Setidaknya ada puluhan Hotel dan Mall yang ada di sekitar Pantai Kota Padang. faktor non alam inilah yang  berperan masif dalam abrasi pantai. Namun tentunya Perlu adanya kajian mendalam untuk mendukung pernyataan  ini.

 

Pantauan dan Hasil wawancara dengan masyarakat sekitar, pada bulan Mei lalu, bahkan ombak sampai ke warung-warung nelayan yang berada di Tepi pantai.

WhatsApp Image 2021-11-14 at 04.19.25

Gambar 3: ombak sampai menerjang warung-warung di sepanjang Pantai

Tidak hanya itu, permasalahan lain misalnya masalah sampah yang sampai ke laut, menyebabkan banyaknya tumpukan sampah kembali ke pantai. Budaya membuang sampah ini seharusnya dihilangkan agar tidak memperburuk kondisi pantai Padang saat ini. Dari Pemetaan yang dilakukan WALHI Sumbar menggunakan Perangkat Drone Dji Phantom 4 Pro, terdapat seluas 596.4 m2 pedestrian yang rusak. Sementara potensi kerusakan akibat abrasi dari Masjid Al Hakim yang yang sedang dalam Proses pembangunan Sampai dengan Gedung Lusat kebudayaan Sumbar ialah seluas 2.2 Ha. Kedepan, proyeksi luas abrasi ini akan mengancam ratusan hektar pesisir serta pemukiman masyarakat di Kota Padang bila tidak ditangani serius oleh Pemerintah Kota Padang.

Upaya yang Mungkin bisa dilakukan

Saat ini upaya mitigasi dalam penanganan abrasi di Pesisir pantai Padang, cenderung masih upaya teknis dengan membangun batu krip guna memecah energi kinetik gelombang yang datang. Pada kenyataannya upaya ini tidak terlalu menjawab penyelesaian persoalan abrasi. Karena faktanya kian hari abrasi semakin menghancurkan sarana prasarana yang ada di tepi pantai Kota Padang.

 

Saya juga menyorot, dari aspek kebencanaan, Pembangunan fasilitas umum dan pemusatan penduduk seharusnya tidak dibangun pada daerah multi bahaya di sepanjang pesisir pantai. Faktanya Pembangunan fasilitas sarana dan prasarana yang sudah jelas akan membahayakan jiwa manusia apabila bahaya seperti abrasi/ Tsunami tiba tiba terjadi. Kedepannya Anggaran Negara hanya akan habis dalam rangka upaya rehab rekon pasca bencana.

 

Selain itu, persoalan tata ruang Kota Padang juga harus menjadi prioritas bila ingin meminimalisir risiko dari bencana abrasi. Kajian detail tata ruang seharusnya dilakukan secepat mungkin di wilayah rentan bencana. Bila daya rusak abrasi semakin hari semakin tinggi, maka perlu penetapan zonasi hijau disepanjang pantai, pemugaran sempadan pantai agar daya rusak abrasi bisa dicegah.

 

pemerintah tak bisa melihat upaya penanganan abrasi pantai dari satu kacamata, misal dengan upaya teknis dengan pembangunan batu grip, tapi banyak alternatif solusi seperti mengatur ulang tata ruang Kota yang hijau, diantaranya memuat pembatasan pengambilan air tanah secara berlebihan, pembatasan penggunaan air tanah, membangun greenbelt, tidak merekayasa rawa yang sejatinya adalah areal genangan air, kajian ulang daya dukung dan tampung infrastruktur (hotel dan mall) terhadap air tanah.

Narahubung : Tommy Adam (082384730896) Gilang Purnama (081270463920)